Seperti
diceritakan kiai hamid sewaktu masih hidup kepada kiai ahmad mursyid jember,
beliau pernah merepotkan kedua orang tuanya karena memukul orang cina, sampai
dua kali. Kejadian pertama ketika dia jengkel kepada seorang cina yang berjalan
angkuh mungkin agak menantang. Darah muda beliau langsung mendidih. Tanpa piker
panjang, tangannya melayang mendarat pas di pipi si cina yang malang. Padahal
tangan itu bukan sembarang tangan, sudah “diisi” kanoragan. Akibatnya fatal,
wong Cina kelenger .
Setelah
kejadian itu mu’thi disuruh pergi ke rumah kakeknya di jember. Dikarenakan dia
dicari orang cina yang dibantu aparat penjajah. Kebetulan kakeknya, Kiai
Shiddiq sedang berencana hendak pergi
Haji ke Mekkah bersama keluarga, termasuk kedua anaknya, Halim dan Zulaikha. ‘lha iki Dul Mu’thi. Ayo nang Mekkah Pisan.(Lha ini Dul Mu’thi,
ayo ke Mekkah Sekalian),” Kata Kiai Shiddiq. Mut’hi diajaknya serta.
Di tanah
suci Mu’thi sudah berganti nama menjadi Abdul Hamid, ketika pulang dari tanah
suci kejadian pemukulan kedua pun terjadi kembali. Disaat usianya menginjak
14-15 tahun mu’thi yang kini dipanggil hamid melihat seorng cina yang sedang
merokok dan berlaga sombongnya, hamid muak bukan main dan cina sial itu di
tempelengnya hingga kelenger (pingsan). Kembali hamid dicari-cari dan pada
akhirnya orang tua hamid memondokannya ke Tremas.
Hamid
sendiri memang belajar kanoragan, seperti
yang dia ceritakan sendiri kepada Zaki Ubaid. Dan belajarnya cukup intensif
hingga mencapai taraf ilmu yang tinggi.”Sampai bisa menangkap celeng (babi) jadi-jadian,”. Tutur Zaki
Ubaid.
Konon,
dikalangan keluarga besar beliau dilasem hanya ada dua orang yang lulus kanoragan. Mu’thi/Hamid sendiri dan
sepupunya Mudzakir. Keduanya melakukan puasa bicara selama 40hari dihutan.
Disamping belajar ilmu kanuragan, beliau pun belajar mengaji kepada ayahnya sendiri dan diteruskan ke Mbah Ma’shum (yang masih terhitung kakek samping) dan KH. Baidhawi Abdul Aziz. Kepada KH. Baidhawi Abdul Aziz Hamid belajar ilmu Tasawuf, Thariqah dan Wirid.
Hingga besar
mondok di Tremas Hamid masih sering mengunjungi kakeknya yang waliyullah Kiai Shiddiq dijember. Setiap
perjalanan kejember Hamid selalu mampir ke Pasuruan untuk bertemu pamannya KH.
Achmad Qusyairi, yang jadi guru besar di Pesantren Salafiyyah. Belajar, mengaji
dan bermain bersama santri dan pada saatnya Hamid kembali ke pasuruan, Hamid
sudah tidak asing lagi dikalangan Ponpes Salafiyyah. 2-3 hari di Pasuruan
kemudian dilanjutkan perjalanannya ke Jember. Dijember bersama kakeknya Hamid
mendapat banyak Ijazah Wirid, Zikir dan Shalawat.
Rupanya Kiai
Shiddiq sudah membaca ada bakat besar pada cucunya ini,khususnya dibidang
spiritual. Konon, Kiai Shiddiq berpesan kepada anaknya, Kiai Achmad Qushairi,
agar mengambil Hamid sebagaai menantunya kelak. Sewaktu haji bersama, dalam
perjalanan Mekkah-Madinnah, Tepaatnya dekat bir’ali, Kiai Shiddiq berjumpa
dengan Rasullulah SAW, disaksikan oleh Hamid. Adapun rombongon yang lain tidak
melihatnya.
Selama
hidupnya Kiai Hamid mengalami perubahan nama dua kali, yang pertama waktu
menunaaikan ibadah haji dari ABDUL MU’THI menjadi HAJI ABDUL HAMID.
No comments:
Post a Comment